Surat Al-Isra, juga dikenal sebagai Bani Israil, adalah salah satu permata dalam Al-Qur'an yang memuat kisah-kisah penting, pelajaran moral, serta hukum-hukum ilahiah. Kisah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW, perjalanan malam yang agung, menjadi titik fokus sentral dalam surat ini. Namun, setelah menyelesaikan pembacaan surat yang kaya akan hikmah ini, muncul pertanyaan mendasar: apa yang seharusnya menjadi resonansi dan langkah kita sesudah Surat Al-Isra selesai dibaca?
Transisi dari Perjalanan Spiritual ke Aksi Nyata
Pembacaan Surat Al-Isra seringkali membawa kita pada pengalaman spiritual yang mendalam, terutama saat merenungkan peristiwa Mi'raj. Pengangkatan Rasulullah SAW ke hadirat Ilahi menegaskan kedekatan dan posisi beliau sebagai penutup para nabi. Setelah menutup lembaran surat tersebut, kita dituntut untuk membawa energi spiritual itu ke dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan sekadar selesai membaca, tetapi tentang bagaimana ayat-ayat tersebut terpatri dalam perilaku kita.
Ilustrasi: Jalan setapak spiritual yang tercerahkan.
Pelajaran tentang Kehati-hatian dan Batasan
Salah satu pesan kunci yang terkandung di dalam surat ini adalah peringatan keras terhadap kesombongan dan melampaui batas. Ayat-ayat yang membahas kaum Bani Israil di masa lalu berfungsi sebagai cermin bagi umat Nabi Muhammad SAW. Mereka diberi kemudahan dan kekuasaan, namun kemudian jatuh karena melupakan ajaran Tuhan dan berlaku zalim. Setelah merenungkan kisah-kisah tersebut, kita wajib memeriksa diri. Apakah ada kecenderungan kesombongan yang muncul dalam rezeki yang kita terima? Apakah kita mulai mengabaikan tanggung jawab sosial setelah mencapai posisi tertentu?
Meninjau kembali konteks sesudah Surat Al-Isra berarti menginternalisasi nilai ketaatan yang berkelanjutan, bukan hanya ketaatan sporadis saat sedang beribadah. Kehidupan sehari-hari, dalam transaksi bisnis, interaksi keluarga, dan bahkan dalam menggunakan teknologi, harus mencerminkan prinsip-prinsip etika yang ditekankan dalam surat ini, seperti larangan berbuat kerusakan di bumi.
Menjaga Amanah dan Keadilan
Surat Al-Isra juga menekankan pentingnya menjaga amanah, menepati janji, dan memberikan hak kepada pemiliknya. Ini adalah fondasi masyarakat yang sehat. Ketika kita selesai membaca ayat tentang perintah-perintah ini, implementasinya harus segera terlihat. Misalnya, dalam konteks ekonomi modern, ini berarti kejujuran dalam berdagang, transparansi dalam pengelolaan dana publik, dan keadilan bagi semua pihak tanpa memandang status.
Lebih lanjut, perintah untuk berlaku baik kepada orang tua (Birrul Walidain) yang disebutkan dalam surat ini tidak berakhir setelah kita menutup mushaf. Tanggung jawab merawat, menghormati, dan mendoakan mereka harus menjadi prioritas abadi. Refleksi yang mendalam akan mendorong kita untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan yang mungkin sempat renggang.
Puncak Refleksi: Doa dan Tawakkul
Kisah perjalanan spiritual Nabi SAW juga mengajarkan kita tentang pentingnya kerendahan hati di hadapan keagungan Allah SWT. Sesudah Surat Al-Isra, suasana hati kita seharusnya dipenuhi dengan rasa syukur atas rahmat yang tak terhingga, namun juga kesadaran akan kelemahan diri sendiri. Ini adalah momen yang tepat untuk memperbarui janji untuk senantiasa bergantung penuh kepada-Nya (tawakkul), sambil tetap berusaha keras dalam upaya kita.
Merenungkan ayat-ayat penutup surat ini, yang seringkali berfokus pada keesaan Allah dan kebesaran ciptaan-Nya, seharusnya memicu kita untuk lebih banyak berzikir dan memohon ampunan. Surat Al-Isra bukanlah sebuah akhir dari sebuah perjalanan, melainkan sebuah titik awal baru; sebuah komitmen untuk hidup berdasarkan petunjuk yang baru saja kita telaah dengan hati yang terbuka.
Intinya, apa yang kita lakukan setelah membaca Surat Al-Isra adalah bukti nyata sejauh mana kita telah menyerap cahaya hikmah dari perjalanan spiritual agung tersebut ke dalam tindakan sehari-hari kita. Ia menuntut transformasi berkelanjutan dari hati yang menerima petunjuk menjadi jiwa yang mengamalkan petunjuk tersebut secara konsisten.