Surat Al-Isra, ayat 23 dan 24, merupakan pilar utama dalam ajaran Islam mengenai etika sosial dan hubungan keluarga. Ayat ini menegaskan bahwa setelah tauhid (keesaan Allah), kewajiban tertinggi yang dibebankan kepada manusia adalah berbuat ihsan (kebaikan) kepada kedua orang tua. Penempatan tauhid dan birrul walidain (berbakti kepada orang tua) secara berdekatan menunjukkan betapa vitalnya peran orang tua dalam pembentukan karakter seorang Muslim. Ini bukanlah sekadar anjuran moral, melainkan ketetapan ilahi yang mengikat.
Dalam konteks modern, di mana nilai-nilai individualisme semakin menguat, pengingat dari Al-Qur'an ini sangat relevan. Islam menuntut umatnya untuk menunjukkan rasa syukur yang mendalam kepada orang tua, yang telah mengorbankan waktu, tenaga, bahkan harta mereka untuk membesarkan anak sejak masa yang paling lemah dan bergantung.
Ayat 23 secara spesifik memberikan batasan etika yang sangat jelas. Ketika orang tua mencapai usia lanjut—masa di mana mereka paling rentan, membutuhkan kesabaran, dan mungkin mengalami penurunan fungsi fisik maupun kognitif—perintahnya adalah menjauhi segala bentuk kekasaran. Kata "uf" (أُفٍّ) yang disebutkan adalah ungkapan ketidaksenangan atau kejengkelan yang paling minimal. Jika ungkapan sekecil itu saja dilarang keras, apalagi perkataan yang lebih keras atau perbuatan kasar lainnya.
Islam mengajarkan bahwa interaksi dengan orang tua lanjut usia harus diwarnai oleh kelembutan (qaulan karima). Ini berarti ucapan harus sopan, penuh hormat, dan menghibur. Tidak boleh ada nada merendahkan, mengeluh, atau menunjukkan sikap bahwa merawat mereka adalah beban.
Ayat 24 melengkapi perintah sebelumnya dengan mendeskripsikan sikap hati yang seharusnya dimiliki seorang anak, yaitu tawadhu' (kerendahan hati). Frasa "rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua karena penuh kasih sayang" (وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ) adalah metafora yang indah. Sebagaimana induk burung merendahkan sayapnya untuk melindungi anaknya dari bahaya, demikian pula seorang anak harus merendahkan egonya di hadapan orang tuanya karena didasari oleh cinta dan rahmat.
Puncak dari bakti ini diwujudkan melalui doa. Memohonkan rahmat Allah kepada orang tua ("Ya Tuhanku, sayangilah mereka berdua") adalah bentuk pengakuan bahwa jasa mereka tidak akan pernah terbalas sepenuhnya oleh usaha manusiawi. Doa ini juga mengandung pengakuan bahwa kasih sayang orang tua di masa kecil adalah bentuk rahmat yang harus dibalas dengan doa rahmat di masa dewasa. Sikap ini memastikan bahwa hubungan orang tua dan anak tetap terikat oleh ikatan spiritual yang kuat, melampaui sekadar kewajiban kontraktual. Memahami dan mengamalkan kedua ayat ini adalah kunci menuju keberkahan dalam hidup.